Pemilihan umum terbesar dalam satu hari di dunia diadakan di Indonesia pada 14 Februari 2024. Ahli pemilu WFD, Tanja Hollstein, berbicara dengan Direktur WFD di Indonesia, Ravio Patra, tentang pemilu ini, yang disebut oleh Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Dominic Jermey, sebagai “sebuah festival demokrasi yang benar-benar epik. Jika kalian mencari situs permainan yang tidak kalah epik, kalian dapat mengunjungi situs userslot.
Berikut adalah lima poin utama dari diskusi mereka pada 20 Maret 2024.
1. Ini adalah peristiwa bersejarah yang memecahkan rekor
Pemilu umum 2024 di Indonesia adalah peristiwa monumental, bukan hanya dalam konteks sejarah Indonesia, tetapi juga dalam skala global. Ini menandai tonggak penting dalam perjalanan demokrasi bangsa, menjadi pemilu langsung kelima sejak jatuhnya rezim Orde Baru Suharto selama 32 tahun pada tahun 1998. Dengan lebih dari 204 juta pemilih yang memenuhi syarat dipanggil untuk memberikan suara di 820.000 tempat pemungutan suara, pemilu ini adalah prestasi logistik yang besar dan “sebuah bukti betapa pentingnya demokrasi bagi rakyat Indonesia.” Tingkat partisipasi pemilih sebesar 82,39% menempatkan Indonesia jauh di atas rata-rata global sebesar 65,6%.
2. Tantangan demokrasi tetap ada dan semakin meningkat
Menggemakan tren global, para sarjana dan aktivis telah menyuarakan keprihatinan tentang kemunduran demokrasi di Indonesia. Lemahnya oposisi, dominasi oligarki, politik uang, ruang sipil yang menyusut, dan kondisi hak asasi manusia yang memburuk adalah tantangan besar yang mengancam demokrasi Indonesia. Yang patut dicatat, pemilu ini berlangsung dengan latar belakang apa yang oleh beberapa komentator dianggap sebagai meningkatnya campur tangan pemerintah dalam kehakiman, terutama setelah putusan kontroversial Mahkamah Konstitusi untuk menurunkan batas usia calon presiden. Ketua Hakim Anwar Usman kemudian diberhentikan dari posisinya karena melanggar kode etik pengadilan dalam memimpin kasus tersebut.
3. Ketidakpuasan dan ketidakpercayaan memiliki akar yang lebih dalam
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan publik terhadap proses pemilu telah berlangsung lama sebelum kampanye pemilu dimulai. Perilaku para pemangku kepentingan politik utama memainkan peran signifikan. Menjelang pemilu, Presiden Joko Widodo memperluas koalisi pemerintahannya hingga mencakup delapan dari sembilan partai politik di parlemen, yang secara efektif melemahkan kekuatan oposisi dan membatasi pengawasan. Lemahnya masyarakat sipil dan debat politik yang tidak signifikan menimbulkan keraguan bahwa pemilu ini akan “mendisiplinkan para elit.” Sebelumnya, pemerintah pusat menunda pemilu daerah dan malah menunjuk pemimpin sementara di 272 pemerintahan daerah. Beberapa ahli menuduh bahwa penunjukan ini berdampak negatif terhadap integritas pemilu karena “pemimpin sementara yang dipilih […] menggunakan keuntungan sebagai petahana untuk mempromosikan kepentingan pemerintah pusat dengan mengorbankan yang lain.”
4. Dinasti politik kembali menjadi masalah besar
Kemenangan Presiden Joko Widodo pada tahun 2014 dirayakan sebagai kemenangan bagi demokrasi. Latar belakang keluarganya yang sipil, non-militer, dan non-politik bertentangan dengan warisan nepotisme dan kronisme rezim Orde Baru. Namun, setelah terpilih kembali pada tahun 2019, keluarganya mulai beralih ke karier politik—ditandai dengan putra sulungnya, Gibran Rakabuming, yang menjadi walikota di Surakarta, putra bungsunya, Kaesang Pangarep, menjadi ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI), dan menantunya Bobby Nasution menjadi walikota Medan. Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman, kakak ipar presiden, memimpin kasus yang menghasilkan penurunan batas usia calon presiden, yang membuka jalan bagi Gibran Rakabuming untuk menjadi calon wakil presiden dari Presiden terpilih Prabowo Subianto. Para ahli mengkritik presiden karena “membengkokkan aturan untuk membangun dinasti politiknya” yang melibatkan “kampanye besar-besaran dan mahal yang […] mengkooptasi lembaga dan program pemerintah untuk mempromosikan Prabowo dan Gibran” selama kampanye pemilu.
5. Pemilih muda dan media sosial adalah kunci kemenangan
Lebih dari setengah dari pemilih yang memenuhi syarat dalam pemilu ini berusia 17-40 tahun. Hal ini menempatkan generasi muda di pusat demokrasi Indonesia, menandakan pergeseran dinamis dalam keterlibatan politik dan potensi arah kebijakan di masa depan. Untuk melibatkan pemilih muda, para kandidat secara signifikan memanfaatkan saluran media sosial untuk membentuk wacana politik dan hasil pemilu, dengan Presiden terpilih Prabowo Subianto menghabiskan dua kali lipat iklan media sosial dibandingkan dua pesaingnya jika digabungkan. Karena pemilih muda cenderung “bergantung pada media sosial dan pengaruh teman sebaya mereka” dalam mengakses informasi, misinformasi dan disinformasi tetap menjadi masalah besar. Bahkan, hal ini menjadi lebih canggih dan lebih sulit untuk diidentifikasi dan ditangani dalam pemilu ini. Fenomena ini mencerminkan tren global di mana literasi informasi dan keterlibatan semakin menjadi faktor penentu dalam kampanye politik—menawarkan jalan baru untuk keterlibatan dan partisipasi pemilih.
Kesimpulan
Sejak bertransisi dari rezim Orde Baru yang otoriter, Indonesia telah menempuh jalan reformasi demokrasi yang progresif. Pengenalan batas masa jabatan untuk presiden dan pemimpin daerah, penerapan kuota yang diatur dalam undang-undang untuk pencalonan perempuan dalam pemilu, dan pembentukan lembaga akuntabilitas utama (misalnya, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Kekerasan terhadap Perempuan, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial) menandakan upaya Indonesia untuk memperkuat demokrasinya. Reformasi ini bertujuan untuk meningkatkan inklusivitas politik, akuntabilitas, dan transparansi dalam lanskap politik domestik, yang menjadi dasar untuk struktur pemerintahan demokratis yang lebih kuat.
Pemilu umum 2024 mencerminkan keberhasilan dan tantangan evolusi demokrasi Indonesia. Pemilu ini menyoroti komitmen bangsa terhadap partisipasi demokratis, peran penting kaum muda dalam membentuk arah politik masa depan, dan upaya yang sedang berlangsung menuju reformasi demokrasi. Namun, pemilu ini juga mengungkap tantangan kritis yang perlu diatasi untuk menjaga integritas demokrasi Indonesia.
Ceritanya belum berakhir, dengan proses Mahkamah Konstitusi terkait sengketa hasil pemilu yang diajukan oleh para calon presiden yang kalah masih berlangsung.
Namun, seiring dengan perjalanan demokrasi Indonesia, wawasan dari pemilu 2024 akan sangat berharga dalam membimbing upaya di masa depan menuju sistem demokrasi yang lebih inklusif, akuntabel, dan tangguh.
Baca Juga : Bagaimana Kampanye Politik Di US Setelah Berubah Sepanjang Sejarah